Mau Nikah tapi Belum Punya Pekerjaan, Kenapa Harus Takut?

Ikhwan June 26, 2018
Perasaan takut dan khawatir memang kerap kali hinggap dipikiran kita sebagai manusia biasa,  terutama saat kita mau melakukan hal baru yang sebelumnya belum pernah kita lakukan dan alami seperti ketika kita hendak memulai sebuah usaha atau bisnis yang sama-sekali kita belum punya pengalaman disitu, kita pasti akan mengalami fase-fase dimana kita dihadapkan pada berbagai bayangan kekhawatiran yang selalu menghantui perasaan kita di awal-awal kita akan membangun bisnis atau usaha tersebut seperti takut rugi, takut “ini” dan takut “itu”.
Sama dengan bisnis atau usaha ini adalah hal baru yang berupa pernikahan, “dunia pernikahan” adalah dunia baru bagi mereka yang masih lajang baik laki-laki maupun perempuan, disaat mereka mau memasuki dunia baru yang berupa jenjang pernikahan bukan tidak sedikit dari mereka yang kebingungan sampai bertanya-tanya pada diri mereka sendiri karena khawatir setelah menikah mau ngapain, mau kemana, mau kerja apa dan setumpuk pertanyaan lainnya yang menghampiri pikiran mereka, apalagi apabila memang saat mau menikah masih belum memiliki pekerjaan tetap untuk mencukupi kebutuhan hidup pasca pernikahannya.
Sekarang pertanyaannya adalah Lantas bagaimana kita menyikapi perasaan hati yang sedemikian ini, apakah kita pasrah begitu saja pada perasaan takut dan khawatir  dengan artian kita menunda pernikahan sampai kita benar-benar siap baik secara materi maupun persiapa-persiapan lain yang perlu dipersiapkan? Sementara kita sebagai manusia biasa tentunya memiliki keinginan untuk berumah tangga atau menikah demi menjaga kehormatan dan memenuhi kebutuhan biologis kita? Jawabanya adalah nikah saja tidak usah menunggu sampai “mapan” dan tidak usah takut ? tapi bagaimana cara melawan rasa takut yang sebenarnya hanyalah fatamorgana semata yang belum tentu benar-benar menjadi kenyataan seandainya kita mau menerjang kekhawatiran itu?
Disini penulis akan mencoba memberikan sebuah solusi sebagai motivasi untuk melawan rasa khawatir bagi kita yang memiliki keinginan untuk menikah semesntara belum memiliki kesiapan secara materi.
Memahami Konsep Takdir
Pada bagian ini yang terpenting adalah memahami dengan benar konsep takdir yang telah ditetapkan oleh Allah Swt. Tanamkan dalam setiap diri kita bahwa segala situasi dan kondisi sudah di gariskan oleh Allah sejak zaman azali, sejak kita masih berusia 120 hari dalam kandungan ibu  sebagaimana dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim dari sahabat Abdullah Bin Mas’ud bahwa Sesungguhnya setiap kita dikumpulkan penciptaannya di perut ibu sebagai setetes mani selama empat puluh hari, kemudian berubah menjadi setetes darah selama empat puluh hari, kemudian menjadi segumpal daging selama empat puluh hari. Kemudian diutus kepadanya seorang malaikat lalu ditiupkan padanya ruh dan dia diperintahkan untuk menetapkan empat perkara : menetapkan rizkinya, ajalnya, amalnya dan kecelakaan atau kebahagiaannya. (Lihat Hadits Arbaiin An Nawawi hadits ke empat).
Korelasinya dengan permasalahan dalam pembahasan tulisan ini adalah menghilangkan rasa takut dan khawatir dengan senantiasa menyandarkan segala urusan kita kepada takdir Allah sebab segala urusan kita sudah diatur dan ditetapkan oleh Allah Swt. Dan Allah maha tahu atas segala apa yang terbaik buat kita. Belum tentu kaya adalah terbaik buat kita dan belum tentu pula miskin adalah buruk bagi kita; bukan berarti ketika kita menikah dalam keadaan belum punya pekerjaan ketika menikahpun kita tetap tidak punya pekerjaan demikian juga sebaliknya kalau kita sebelum menikah sudah mapan saat menikah akan tetap mapan. Semua ditangan kuasa Allah. Tawakkallah!
Zuhud dan Memperbanyak Dzikrullah
Penyakit hati yang berupa Hati susah, gelisah, merasa terasingkan dan perasaan waswas termasuk takut tidak makan bila menikah sebelum memiliki pekerjaan memang tidak bisa dihindarkan dari kita sebagai manusia lemah yang berlumuran dosa. Dan sumber atau akar dari penyakit ini adalah Hubbu ad Dunya atau cinta dunia. Sehingga untuk mengobati penyakit ini diperlukan keberanian untuk melakukan “talak tiga” dengan dunia atau bahasa lainnya adalah harus memiliki sifat zuhud, zuhud dengan pengertian tidak memasukkan dunia kedalam hati sebagai tujuan dan target hidup tetapi dunia hanya dijadikan sebagai bekal dan alat untuk kehidupan sesudah kematian yaitu akhirat.
Selain zuhud obat hati bagi orang yang sedang dirundung masalah, hati resah dan gelisah adalah dzikrullah atau memperbanyak dzikir atau ingat Allah baik dzikir secara lisan maupun secara pengamalan aplikatif dalam kehidupan sehari-hari, Sebagaimana firman Allah dalam surah ar-Ra’du ayat 28 bahwa hati orang beriman akan menjadi tenang dan tentram dengan mengingat Allah Swt.
Melihat Orang Tempo Dulu
Tips terakhir sebagai “peluru” untuk melawan rasa khawatir adalah sering-sering mengambil pelajaran dengan melihat pada bukti nyata keberhasilan orang-orang zaman dulu dalam membangun mahligai rumah tangga yang sakinah, mawaddah wa rahmah padahal kita tahu zaman dulu tidak banyak dibangun industri-industri atau pabrik sebagai tempat bekerja tapi sepertinya mereka sama sekali tidak khawatir “tidak makan” mereka menikmati kehidupan rumah tangganya dan menjalaninya dengan sangat bahagia dan mereka melahirkan banyak keturunan. Sebab mereka membangun rumah tangganya diatas dasar ketaqwaan kepada Allah Swt. Bukan atas dasar kemegahan dunia yang menipu dan menyilaukan pandangan mata. 
Dari fakta ini sepertinya kehidupan orang-orang zaman dulu lebih bahagia, Untuk membuktikan bahwa kehidupan rumah tangga orang-orang zaman dulu jauh lebih bahagia dari kehidupan rumah tangga orang sekarang yang membangun rumah tangganya diatas pondasi kemegahan duniawi adalah dengan melihat indikator yang berupa tingkat perceraian yang terjadi saat ini yang “katanya” lebih sejahtera secara dunia dibanding orang-orang zaman dulu. Menurut data Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), per tahun 200 ribu kasus perceraian terjadi, dengan angka perkawinan mencapai dua juta per tahun (Republika.co.id).
Memang tidak mudah untuk menghilangkan ketakutan dan mendatangkan keberanian dalam diri kita, perlu perjuangan dan kesabaran untuk melatih diri dan membiasakan diri untuk senantiasa berfikir positif dan ‘merubah’ kalau perlu meninggalkan sama sekali pola pikir “konvensional” kita yang negatif, pola pikir pragmatis yang membuat kita terkungkung dalam bayang-bayang fatamorgana ketidak-pastian. Padahal kenyataannya belum tentu demian. Maka beranilah melangkah dengan tetap berusaha dan berdoa lalu bertawakkallah!, mudah-mudahan Allah memudahkan segala niat baik kita untuk melestarikan sunnah Rasul yang berupa pernikahan demi melahirkan keturunan-keturunan yang akan membanggakan Nabi Muhammad. Wallahu A’lamu Bisshawab
sumber : muslimoderat.com

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »

Berkomentarlah dengan sopan :) EmoticonEmoticon